
Banjarmasin, 23 Desember 2017 - Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kota Banjarmasin melalui Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman adakan kajian bulanan bertajuk Islam dalam Bingkai Kebhinekaan. Pengajian ini menghadirkan tiga pembicara dari tiga Universitas di Banjarmasin yakni Prof. Khairuddin selaku Rektor UM Banjarmasin, Prof. Hadin selaku Rektor UNU Banjarmasin, dan Prof. Alim selaku Wakil Rektor 1 ULM Banjarmasin.
Muhammad Nasir selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Banjarmasin dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema tersebut diangkat karena belakangan ini isu tentang kebhinnekaan sedang hangat-hangatnya dibicarakan, bahkan menyerang umat Islam di Indonesia. Dalam pelaksanaan Kajian Bulanan kali ini juga dilaksanakan penandatanganan kerja sama antara Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Selatan dengan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Banjarmasin dalam Bidang Pemberdayaanm terkhusus difabel di Kota Banjarmasin.
Kajian ini dibuka dan dihantarkan oleh Ayahanda Muhtar Ahmadi sebagai perwakilan dari PDM Banjarmasin. Beliau menyampaikan bahwa Muhammadiyah dan NU bagaikan dua sayap yang tak terpisahkan dalam perjalanan Bangsa dan NKRI. Aula UM Banjarmasin menjadi saksi bisu atas berlangsungnya kegiatan yang dihadiri oleh warga yang berasal dari berbagai afiliasi baik Muhammadiyah, NU, maupun yang lainnya. Hadirin berkumpul dan membawa spirit persatuan sebagai masyarakat Indonesia yang ber-Bhinneka.
Prof . Khairudin dalam pemaparanya mengatakan bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Dan slam, adalah agama yang memberikan peluang bagi pluralistik, yakni keberagaman. Saling berlomba-lombalah menuju kebaikan, tanpa saling menjatuhkan.
Prof. Hadin mengatakan bahwa dibandingkan dengan negara-negara Islam, Indonesia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki mereka, yakni nasionalisme. Indonesia dengan keberagaman yang sangat plural mampu untuk tetap hidup berdampingan dengan aman dan damai. Bahkan NU dan Muhammadiyah, sudah tidak perlu diajari tentang keberagaman.
Prof. Alim menuturkan bahwa keberagaman adalah tantangan yang harus dihadapi masyarakat, karena konsep ini merupakan aset bangsa yang berharga. Karena Indonesia terbentuk atas sebuah konsep perbedaan. Banyak agama yang terlibat dalam pembentukan negara ini. Persoalannya adalah bagaimana kita menyikapinya. Muhammadiyah dan NU yang merupakan dua organisasi agama terbesar di Indonesia memiliki peran besar dalam menjaga keberagaman ini. Menjadi dua pilar penyangga persatuan Indonesia.
Kemudian, pada sesi ke dua yakni sesi diskusi, kita mendapati pernyataan yang sangat menarik dari Prof. Khairuddin yag didukung penuh oleh Prof. Alim yakni tetang Muhammadiyah dan NU yang harus bersatu. Dalam artian, saling mendukung dan bersama dalam menjaga kesatuan Bangsa. Muhammadiyah dan NU ibarat satu pasang sandal, di mana keduanya tidak bisa bersatu namun saling meelengkapi dalam keberadaannya, dan saling mencari dalam ketiadaan salah satunya.
Kita berharap kebersamaan ini akan terus berlanjut dan spirit persatuan tiada pernah surut. Untuk Indonesia yang Bhinneka. Untuk Islam yang sebenar-benarnya.
Billāhi fī sabīlil haq.
Fastabiqul khairat.
(hs.nst)