Selasa, 27 Maret 2018





Islam Berkemajuan adalah paradigma baru yang ditawarkan Muhammadiyah untuk Indonesia masa depan. Paradigma baru ini perlu diturunkan ke dalam cabang-cabang keilmuan spesifik yang akan melahirkan teori-teori praktis dlam rangka mendukung visi dan misi Muhammadiyah di abad kedua. Seteah sukses melintasi abad pertama, paradigma tajdid Muhammadiyah perlu dtinjau kembali mengingat tantangan di abad kedua sama sekali berbeda dengan tantangan seabad silam.
Dengan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin, paradigma baru tajdid Muhammadiyah di abad kedua harus mampu merespo berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan mutakhir. Tren pemikiran keislaman yang moderat, mencerahkan, dan memberdayakan lebih mendapat tempat ketimbang pemikiran keislaman yang radikal-ekstrem, eksklusif, dan cenderung normatif. Saat ini, umat manusia tengah menghadapi era keterbukaan di mana teknologi informasi dalam berbagai bentuknya telah mengubah pola pikir dan prilaku manusia. Isu-isu perdamaian, humanitarianisme, filantropi, perlindungan terhadap minoritas, kekerasan terhada anak, diskriminasi kaum perempuan, etika politik, budaya literasi, etika dunia cyber, dan lain lain layak mendapat sentuhan pemikiran tajdid di Muhammadiyah. Maka, peran kaum intelektual muda Muhammadiyah sangat dinanti-nanti dalam rangka mereformulasi konsep tajdid di masa depan.
Mengapa kaum muda yang menjadi penggerak tajdid?
Sejarah telah mebuktikan bahwa gerakan tajdid di negeri ini justru diinisiasi oleh kaum muda. Tesis Taufik Abdullah (1971) tentang pergerakan kaum muda di Sumatera Barat di awal abad ke-20 menegaskan bahwa peran kaum muda sangat fundamental dalam proses pembaruan Islam di tanah air. Kemudian Muhamamdiyah di Pulau Jawa pada awal abad ke-20 juga tidak lepas dari peran sental kaum muda di Kauman yang mendukung pembaruan Islam yang dimotori oleh KH. Ahmad Dahlan. Tokoh-tokoh seperti Syuja’, Hisyam, Mochtar, Fachrodin, Tamimuddari, Sjarkawi, Hadjid, dan lain-lain adalah kaum muda Kuman yang memiliki spirit tajdid dan merealisasikan paham keislaman baru dalam konteks kehidupan umat Islam ada waktu itu. kini, setelah Muhammadiyah berusia lebih dari satu abad, buah pemikiran dan amal mereka terus tumbuh dan berkembang pesat. Lembaga pendidikan, tradisi literasi dan media, rumah sakit da pelayanan sosial, gerakan tabligh, dan lain-lain.
Reformulasi tajdid Muhammadiyah sebenarnya sedang dimulai dengan menghadirkan konsep-konsep baru dalam pengelolaan berbagai majelis, lembaga dan amal usaha. Misalnya MPM dengan semangat pemberdayaan masyarakat terpencilnya, Majelis Diktilitbang dengan fomula kurikulum AIK-non muslimnya, Majelis Dikdasmen dengan standar peningkatan mutu pendidikannya, Majelis Pustaka dan Informasi dengan konsep fikih informasinya, LazisMu dan MDMC dengan semangat filantropi dan humanitarianismenya. Masing-masing telah melakukan berbagai terobosan baru yang bermula dari pemikiran-pemikiran progresif para pimpinan dan anggotanya. Artinya, pemikiran-pemikiran progresif tersebut sebenarnya berawal dari gagasan-gagasan individu yang belum menjadi pemikiran resmi di Muhammaidyah.
Nah, kaum muda milenial perlu mendapat ruang untuk mengartikulasikan gagasan-gagasan tajdid berkemajuan dalam bentuk kegitan ataupun forum ilmiah agar sejalan dengan visi dan misi Muhammadiyah dalam mewujudkan Islam untuk Indonesia yang berkemajuan. Dengan spirit tajdid dan ijtihad gerakan Islam berkemajuan untuk perdamaian, forum kegiatam ilmiah tersebut diarahkan untukmelembagakan dan mentransformasikan gerakan intelektualisme Islam di Muhammadiyah ke dalam strategi gerakan taktis dan strategis. (Abu Aksa, dalam Majalah Suara Muhammadiyah edisi no. 24 th. ke 102)

Billāhi fī sabīlil haq.
Fastabiqul khairat.

Kamis, 22 Maret 2018



Bismillah. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.

Selepas itu, sebelumnya kami ungkapkan sesal yang cukup dalam tersebab blog ini sempat berdebu karena kesibukan (re: kelalaian) kami. Web ini seharusnya merekam setiap gerak IMM, khususnya di Kota Banjarmasin atau daerah Kalimantan Selatan sesuai dengan tekad awal kami. Akan tetapi memang, setiap perjuangan akan selalu menemui hambatan, sekecil apapun perjuangan pun hambatan tersebut.

Karenanya, kami bermaksud untuk menyuguhkan rekaman singkat dari pergerakan dan kegiatan yang di waktu pelaksanaannya tidak sempat kami publikasikan di sini, mencakup berita tentang IMM khususnya, maupun Persyarikatan Muhammadiyah dan Ortom pada umumnya dalam satu post ini. Karena itu, post ini diberi judul "Yang Terlewatkan". Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab admin lama (yang kedepan akan purna atau pasif sebab perputaran kepemimpinan) dan terutama agar jejak-jejak tersebut tetap terekam rapi dalam alamat web ini.

Berikut kegiatan-kegiatan Yang Terlewatkan..
Check this out,


Musyawarah Komisariat PK IMM UNLAM Banjarmasin 2016/2017

Tanwir Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Pelantikan PK IMM ULM Banjarmasin Periode 2018

Workshop Pemberdayaan Difabel oleh Relawan Al-Maun MPM Kalsel

Rangkaian Acara Milad IMM ke-54 oleh IMM Kota Banjarmasin

Dialog Lingkungan oleh DPD IMM Kalsel, Deklarasi Bersama Cipayung Plus dan Masyarakat Adat

Diskusi oleh Bidang Hikmah PC IMM Kota Banjarmasin

Kajian Bulanan PC IMM Kota Banjarmasin

Gerakan Banjarmasin Berhijab oleh Bidang IMMawati PC IMM Kota Banjarmasin

Upgrading PK IMM ULM Banjarmasin

IMMawati Camp oleh Bidang IMMawati DPD IMM Kalsel

Kajian Bulanan oleh Bidang Tabligh PK IMM ULM Banjarmasin

Workshop Jurnalistik dan Pelantikan PK IMM Kayuh Baimbai


Demikian,

Billāhi fī sabīlil haq.
Fastabiqul khairat.



Minggu, 18 Maret 2018


Bagaimana sebenarnya hukum puasa di bulan Rajab ini? Adakah tuntutannya? 

Bisa dikatakan bahwa asal-muasal orang melakukan puasa Rajab berangkat dari berbagai riwayat yang dianggapnya  hadits Nabi saw, padahal sebenarnya sama sekali bukan. Karena apa yang dianggapnya hadits itu, dilihat dari sudut pandang Ilmu Hadits adalah tidak sah (dla’if), bahkan banyak yang palsu (maudlu’). Berikut ini adalah beberapa riwayat lemah tersebut.
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ: رَجَبٌ أَشَدَّ بِيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ مَنْ صَامَ يَوْماً مِنْ رَجَبٍ سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيْ فِي أَسْنَى الْمَطَالِبِ: لاَيَصِحُّ، وَقَالَ الذَّهَبِي: بَاطِلٌ
Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai bernama “sungai Rajab” yang airnya lebih putih daripada susu, rasanya lebih manis daripada madu. Barang siapa berpuasa sehari dari bulan Rajab itu, dia akan diberi minum oleh Allah dari sungai tersebut.

Kata Ibnul Jauzi dalam Asnal Mathalib : Hadits tersebut tidak sah. Sedang adz-Dzahabi mengatakan: batil.
صَوْمُ أَوَّلِ يَوْمٍ مِنْ رَجَبٍ كَفَّارَةُ ثَلاَثِ سِنِيْنَ وَالثَّانِي كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ وَالثَّالِثِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ ثُمَّ كُلِّ يَوْمٍ شَهْرًا) أَيْ صَوْمُ كَلِّ يَوْمٍ مِنْ أَيَّامِهِ الْبَاقِيَّةِ بَعْدْ الثَّلاَثِ يُكَفِّرُ شَهْرًا. ذَكَرَهُ فِي الْجَامِعِ عَنِ الْخَلاَّلِ وَضَعَّفَهُ، وَقَالَ شَارِحُهُ: إِسْنَادُهُ سَاقِطٌ.
“Puasa Rajab di hari pertama itu bisa menghapus dosa-dosa tiga tahun, sedang di hari kedua bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, dan di hari ketiga bisa menghapus dosa-dosa setahun, dan di hari-hari berikutnya untuk setiap  harinya bisa menghapus dosa sebulan.” 

As-Suyuthi mencatat hadits tersebut dalam bukunya al-Jami’ush Shaghiir dari al-Khallal dan dia mendla’ifkannya. Sementara pensyarahnya mengatakan: Sanad hadits tersebut saqith (gugur).
فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلَى الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الْكَلاَمِ. قَالَ عَلِيُّ اْلقَارِي: قَالَ الْعَسْقَلاَنِي: مَوْضُوْعٌ
Keutamaan bulan Rajab dibandingkan dengan bulan-bulan lain adalah seperti keutamaan kalamullah melebihi segala macam omongan. 

Ali al-Qari mengatakan, bahwa al-Asqalani mengatakan: Hadits ini maudhu’/palsu.
Apakah memang benar-benar tidak ada riwayat shahih yang khusus meriwayatkan Nabi pernah berpuasa pada bulan rajab. Jawabnya, memang riwayat seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut.
عَنْ عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ
Utsman bin Hakim al-Anshari meriwayatkan, katanya: Aku pernah bertanya kepada Said bin Jubair seputar puasa Rajab, yang waktu itu kami sedang berada di bulan Rajab, maka jawabnya: Aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Rasulullah saw pernah berpuasa (Rajab) hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka, tetapi beliaupun berbuka hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berpuasa. (HR Muslim).
Namun, Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan tentang hadits ini sebagai berikut:
الظَّاهِر أَنَّ مُرَادَ سَعِيد بْن جُبَيْر بِهَذَا اْلإِسْتِدْلاَلِ أَنَّهُ لاَ نَهْيَ عَنْهُ، وَلاَ نَدْبَ فِيهِ لِعَيْنِهِ، بَلْ لَهُ حُكْمٌ بَاقِي الشُّهُورِ، وَلَمْ يَثْبُتْ فِي صَوْمِ رَجَبٍ نَهْيٌ وَلاَ نَدْبٌ لِعَيْنِهِ، وَلَكِنَّ أَصْلَ الصَّوْمِ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ، وَفِي سُنَن أَبِي دَاوُدَ أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَدَبَ إِلَى الصَّوْمِ مِنْ اْلأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَرَجَبٌ أَحَدُهَا
Zhahirnya apa yang dimaksud oleh Said bin Jubair terhadap riwayat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tersebut, bahwa berpuasa di bulan Rajab itu tidak ada larangan, juga tidak ada sunat khusus. Namun puasa itu sendiri (selain Ramadhan) adalah sunat. Sementara dalam Sunan Abu Daud dikatakan : “Bahwa Rasulullah saw menyunatkan berpuasa di bulan- bulan haram, sedang Rajab adalah salah satu dari bulan-bulan haram itu.” Yakni, di bulan- bulan haram, antara lain Rajab, disunatkan berpuasa, tetapi tidak ada puasa khusus selain puasa Arafah ( 9 Dzilhijjah) dan ‘asyura (10 Muharram).
Karena itu Ibnul Qayim mengatakan:
 وَلَمْ يَصُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الثَّلاَثَةَ اْلأَشْهُرَ سِرْدًا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَلاَ صَامَ رَجَبًا قَطٌّ وَلاَ اسْتَحَبَّ صِيَامَهُ بَلْ رَوَى عَنْهُ النَّهْيُ عَنْ صِيَامِهِ، رَوَاهُ ابْنُ مَاجَّةِ
Nabi Muhammad saw tidak pernah puasa tiga bulan berturut-turut seperti yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, juga tidak pernah berpuasa Rajab (secara khusus), juga tidak pernah menganjurkannya. Bahkan diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw melarangnya.
Dalam kitab al-Ba’its dikatakan:
إِنَّ الصِّدِّيْقَ أَنْكَرَ عَلَى أَهْلِهِ صِيَامِهِ، وَ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يَضْرِبُ بِالدَّرَّةِ صَوَامِهِ وَيَقُوْلُ: إِنَّمَا هُوَ شَهْرٌ كَانَتْ تَعَظَّمَهُ الْجَاهِلِيَّةُ
Abu Bakar as-Siddiq menghardik keluarganya yang berpuasa Rajab. Sedang Umar pernah memukul orang yang sedang berpuasa Rajab dengan tongkat seraya berucap: Bulan Rajab hanyalah bulan yang biasa diagung-agungkan oleh masyarakat Jahiliyah.
Artinya, riwayat yang membicarakan puasa Rajab hanyalah hadits yang sifatnya umum yang memotivasi untuk melakukan puasa tiga hari setiap bulannya (ayyamul bidh) yaitu 13, 14, 15 dari bulan hijriyah. Juga dalil yang ada sifatnya umum yang berisi motivasi untuk melakukan puasa pada bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Begitu pula ada anjuran puasa pada hari Senin dan Kamis. Puasa Rajab masuk dalam keumuman anjuran puasa tadi.
Kesimpulannya, puasa Rajab secara khusus tidak ada, apalagi sampai ditentukan mulai tanggal 1 sampai 27. Sementara puasa Sunat, seperti Senin-Kamis, Daud atau Ayyamul Bidh di bulan Rajab itu baik-baik saja, berdasarkan anjuran Nabi untuk berpuasa di bulan-bulan haram. Jika ingin puasa Rajab, maka pilihlah hari-hari yang disunnahkan: bisa ayyamul bidh, atau Senin-Kami. Adapun pengkhususan bulan Rajab dengan puasa pada hari tertentu, tidak ada dalil yang mensyariahkannya.
Wallahu a’lam.
Sumber: PWMU

Catatan tambahan: Juga tidak menjadi masalah apabila hendak memperbanyak puasa di Bulan Rajab (selain puasa-puasa sunnah yang biasa dilakukan pada bulan-bulan lain, berdasarkan anjuran untuk memperbanyak puasa di bulan-bulan Haram, dan Rajab adalah satu di antara 4 bulan Haram, selama tidak mengkhususkannya pada hari atau sejumlah tanggal tertentu. (red) Wallahu a’lam.



Billāhi fī sabīlil haq.

Fastabiqul khairat.