Islam
Berkemajuan adalah paradigma baru yang ditawarkan Muhammadiyah untuk Indonesia
masa depan. Paradigma baru ini perlu diturunkan ke dalam cabang-cabang keilmuan
spesifik yang akan melahirkan teori-teori praktis dlam rangka mendukung visi
dan misi Muhammadiyah di abad kedua. Seteah sukses melintasi abad pertama,
paradigma tajdid Muhammadiyah perlu dtinjau kembali mengingat tantangan di abad
kedua sama sekali berbeda dengan tantangan seabad silam.
Dengan prinsip
Islam rahmatan lil ‘alamin, paradigma baru tajdid Muhammadiyah di abad
kedua harus mampu merespo berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan mutakhir.
Tren pemikiran keislaman yang moderat, mencerahkan, dan memberdayakan lebih
mendapat tempat ketimbang pemikiran keislaman yang radikal-ekstrem, eksklusif,
dan cenderung normatif. Saat ini, umat manusia tengah menghadapi era
keterbukaan di mana teknologi informasi dalam berbagai bentuknya telah mengubah
pola pikir dan prilaku manusia. Isu-isu perdamaian, humanitarianisme,
filantropi, perlindungan terhadap minoritas, kekerasan terhada anak,
diskriminasi kaum perempuan, etika politik, budaya literasi, etika dunia cyber,
dan lain lain layak mendapat sentuhan pemikiran tajdid di Muhammadiyah. Maka,
peran kaum intelektual muda Muhammadiyah sangat dinanti-nanti dalam rangka
mereformulasi konsep tajdid di masa depan.
Mengapa kaum
muda yang menjadi penggerak tajdid?
Sejarah telah
mebuktikan bahwa gerakan tajdid di negeri ini justru diinisiasi oleh kaum muda.
Tesis Taufik Abdullah (1971) tentang pergerakan kaum muda di Sumatera Barat di
awal abad ke-20 menegaskan bahwa peran kaum muda sangat fundamental dalam
proses pembaruan Islam di tanah air. Kemudian Muhamamdiyah di Pulau Jawa pada
awal abad ke-20 juga tidak lepas dari peran sental kaum muda di Kauman yang
mendukung pembaruan Islam yang dimotori oleh KH. Ahmad Dahlan. Tokoh-tokoh
seperti Syuja’, Hisyam, Mochtar, Fachrodin, Tamimuddari, Sjarkawi, Hadjid, dan
lain-lain adalah kaum muda Kuman yang memiliki spirit tajdid dan merealisasikan
paham keislaman baru dalam konteks kehidupan umat Islam ada waktu itu. kini,
setelah Muhammadiyah berusia lebih dari satu abad, buah pemikiran dan amal
mereka terus tumbuh dan berkembang pesat. Lembaga pendidikan, tradisi literasi
dan media, rumah sakit da pelayanan sosial, gerakan tabligh, dan lain-lain.
Reformulasi
tajdid Muhammadiyah sebenarnya sedang dimulai dengan menghadirkan konsep-konsep
baru dalam pengelolaan berbagai majelis, lembaga dan amal usaha. Misalnya MPM
dengan semangat pemberdayaan masyarakat terpencilnya, Majelis Diktilitbang
dengan fomula kurikulum AIK-non muslimnya, Majelis Dikdasmen dengan standar
peningkatan mutu pendidikannya, Majelis Pustaka dan Informasi dengan konsep
fikih informasinya, LazisMu dan MDMC dengan semangat filantropi dan
humanitarianismenya. Masing-masing telah melakukan berbagai terobosan baru yang
bermula dari pemikiran-pemikiran progresif para pimpinan dan anggotanya.
Artinya, pemikiran-pemikiran progresif tersebut sebenarnya berawal dari gagasan-gagasan
individu yang belum menjadi pemikiran resmi di Muhammaidyah.
Nah, kaum muda
milenial perlu mendapat ruang untuk mengartikulasikan gagasan-gagasan tajdid
berkemajuan dalam bentuk kegitan ataupun forum ilmiah agar sejalan dengan visi
dan misi Muhammadiyah dalam mewujudkan Islam untuk Indonesia yang berkemajuan.
Dengan spirit tajdid dan ijtihad gerakan Islam berkemajuan untuk perdamaian,
forum kegiatam ilmiah tersebut diarahkan untukmelembagakan dan
mentransformasikan gerakan intelektualisme Islam di Muhammadiyah ke dalam
strategi gerakan taktis dan strategis. (Abu Aksa, dalam Majalah Suara
Muhammadiyah edisi no. 24 th. ke 102)
Billāhi fī sabīlil haq.
Fastabiqul khairat.
0 komentar:
Posting Komentar